Otanaha.com
Sabtu, 06 April 2024
Pagar bambu yang siap didirikan oleh pemilik sah bandara ini menimbulkan reaksi langsung dari Kepala Bandara Djalaludin Gorontalo. Beliau mendatangi langsung dan berkomunikasi dengan masyarakat relawan Pang Moniaga dan beberapa Media. Pemiliknya Pang Moniaga diwakili oleh LSM mengklaim pagar tersebut dibangun sebagai bentuk rasa yang kecewa karena tidak adanya tindak lanjut atau tidak adanya itikad baik yang ditawarkan oleh Pemerintah Provinsi Gorontalo saat ini. Beberapa anggota masyarakat menyuarakan keprihatinan bahwa pagar tersebut juga dibangun untuk mempertegas bahwa sebagian tanah itu adalah hak milik bapak Pang Moniaga . Terlepas dari niat pemiliknya, pagar tersebut telah memicu kritik dan perdebatan.
Kritik terhadap pagar bambu bahwa hal itu menimbulkan pertanyaan hukum dan etika. Di mana dijelaskan oleh Kepala Bandara bahwa mereka tidak akan mengijinkan mendirikan pagar bambu, karena ini sedang berproses , “Kami selaku instansi pemerintah, kami patuh terhadap keputusan Mahkamah Agung, Kami telah berkoordinasi dengan Kementrian Perhubungan dan pemerintah pusat untuk proses penyelesaian Lahan di mana bandara ini dibangun, siapa yang membayar, bayarannya secara renteng dan lain2, kita sudah minta fatwa dari Mahkamah Agung dan kita sementara menunggu itu”, yang langsung disanggah oleh Ketua Komisi 1 DPRD Gorontalo Adhan Dambea yang kebetulan hadir di situ, menurutnya yang dilakukan oleh pihak bandara dan Kementrian Perhubungan adalah proses memperlambat penyelesaian, dan sempat terjadi perdebatan sengit antara Kepala Bandara dan Ketua Komisi 1.”Kan masalah undang undang ini adalah Afrisal, kenapa lagi meminta ke Mahkamah Agung, harusnya langsung saja menghubungi pemiliknya” sanggah Adhan Dambea yang merupakan mantan Walikota Gorontalo.
LSM koordinator Aksi juga mengatakan jika tidak ada respon dari Pemerintah dalam 1 atau 2 hari ke depan, dia menjamin akan ada gelombang masa yang lebih besar dari yang sekarang ini, dia juga mengingatkan langsung kepada Kepala Bandara bahwa yang dilakukan itu sudah sesuai undang undang, jadi dia tidak bertanggungjawab apabila kegiatan mereka menyebabkan terganggunya aktifitas penerbangan. Selain itu, dia juga mengatakan bahwa Bandara akan berpotensi melanggar Hukum, karena Pemilik sah sudah mengantongi Putusan MA dan sudah inkrah, “Tanah yang bapak duduki ini adalah milik orang lain yang secara hukum Sah, dan bisa saja sah menurut hukum dan undang undang Pemilik mengusir siapa saja yang menduduki lahan ini”.
Kontroversi seputar pagar bambu telah menarik perhatian pada isu-isu yang lebih luas mengenai hak-hak masyarakat dan kepemilikan tanah. Perdebatan telah menyentuh ekologi politik dan ekonomi, serta konsep kedaulatan. Pagar yang menjadi simbol pertarungan antara pemilik modal dan rakyat menimbulkan pertanyaan siapa yang berhak menguasai dan memanfaatkan sumber daya alam. Respons masyarakat terhadap pagar tersebut menunjukkan pentingnya mempertimbangkan konteks sosial dan politik yang lebih luas di mana tindakan tersebut terjadi. (otn2)
Klik link video di bawah ini untuk melihat langsung kejadiannya